Sejahtera Berkat Energi Bersih

Pendapatan rata-rata per kapita yang Rp. 2.213.104 menjadikan pulau Sumba salah satu termiskin, bukan cuma di Indonesia tapi juga di NTT. Di beberapa desa hal itu bahkan mendorong perilaku kriminal. Apapun teknologi energi baru terbarukan yang dikembangkan, SII membawa perubahan penting: menyulap ladang ilalang menjadi kebun sayur, pengrajin musiman menjadi penenun sukses, penyamun menjadi petani.

Deru skap listrik memekakkan telinga di desa Kamanggih, Sumba Timur. Sore itu, Darius Hamba Ndima (44) sibuk menyelesaikan pesanan untuk Gereja Katholik Santo Petrus. Berkat listrik berdaya 250 KW dari mikrohidro Bakuhau warga optimis gereja bakal bisa melayani umat sebelum Natal 2015 nanti. “Dulu setengah mati mendorong pengasah kayu,“ ujar petani berusia 44 tahun itu. Kini ia bisa membuat dua pintu dan jendela per hari, menabung di BRI, dan membiayai kuliah anaknya di kota Malang.

Sebagai perbandingan desa Wee Patando di Sumba Barat, 216 Km dari Kamanggih. Listrik 5 KW dari pembangkit tenaga listrik matahari yang dibangun PT. Surya Energi Indotama cuma cukup buat penerangan teras depan, ruang tamu dan dapur 32 KK di sana. Keramaian justru datang dari ruang Powerhouse, di mana para wanita bergantian menggunakan seterika listrik sementara anak-anak mengerjakan PR di komputer. “Mereka bisa belajar malam hari, siangnya bantu orang-tua di kebun,” tutur Lukas Bulubeleka. “Pengeluaran pun berkurang karena tak perlu lagi beli minyak tanah.”

Apapun teknologinya, inisiatif energi terbarukan SII meningkatkan taraf hidup masyarakat Sumba. Pembangkit listrik tenaga mikrohidro dukungan HIVOS dan IBEKA mendorong usaha bikin kue, menenun, dan pertukangan di Kamanggih. Di Lewa, pompa air bertenaga surya menyulap ladang ilalang menjadi kebun sayur seluas 6 hektar. HIVOS pun melatih organisasi lokal untuk memelihara, merawat dan mengelola listriknya di setiap desa. “Kami seperti dapat gayung bersambut ketika HIVOS menawarkan Sumba sebagai proyek ikon di tengah-tengah krisis listrik,“ ujar Danny Suhandi, Kadis ESDM NTT.

Mayoritas masyarakat Sumba bertumpu pada sektor pertanian dan bisnis berskala kecil. Pendapatan rata-rata per kapita yang Rp. 2.213.104 (BPS, 2103) menjadikannya salah satu termiskin, bukan cuma di Indonesia tapi juga di NTT. Di beberapa desa kondisi itu bahkan mendorong perilaku kriminal. Ke sanalah SII dan Yayasan Sosial Donders menggelar program digester biogas-nya. “Kami fokus pada ibu-ibu yang mengurus 6-9 anak sementara suami mereka pergi merampok ke daerah lain. Melalui merekalah kami mulai mengubah komunitas yang berkebutuhan khusus,“ tutur Pater Mikael Keraf.

Maka di Kodi, ujung Sumba Barat Daya, Kristina Karombo tak lagi khawatir suaminya pulang malam dengan panah menancap di tubuhnya. Berkat pupuk biogas, Domingus yang mantan pencuri ternak menjadi rajin bekerja di kebun buat membiayai anak-anaknya sekolah. Di kawasan yang lebih makmur seperti Kamanggih, tak cuma Darius Ndima yang semakin produktif. Berkat listrik, nenek 3 cucu, Kristina Rambu Ippo, kini bisa menenun hingga larut malam. Selembar songket yang dulu perlu berbulan-bulan, kini siap dijual tiap 2 hari dengan harga Rp. 100,000/potong –cukup buat biaya kuliah anaknya di Kupang. (FI/YS)

Artikel lainnya:

→ Sejahtera Berkat Energi Bersih
→ Menerangi Sumba Memberdayakan Wanita

→ Mengubur Parang Memanen Terang
→ Membelah Bukit Menatap Cahaya
→ Pembawa Perubahan, Pencipta Kebersamaan
→ Semangat Warga Petani Pokcay
→ Krisis Energi Berbuah Inovasi
→ Menyalakan Cahaya, Menyelamatkan Nyawa
→ Peluang Bersama Pulau Sumba
→ 100% Terbarukan