antaranews.com – Proyek “Terang” atau investaso pada energi baru terbarukan oleh komunitas, mampu mengalirkan listrik di 26 kabupaten wilayah Indonesia Timur.
Berdasarkan data dari organisasi pembangunan internasional Hivos yang dihimpun Antara di Jakarta, Rabu, sebanyak 26 kabupaten tersebut tersebar di wilayah Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan.
Proyek tersebut menginisiasi sinergi dari pemerintah, swasta dan LSM daam meningkatkan akses energi terbarukan. Total energi yang dihasilkan sebesar 60.68 KW dari energi surya dengan menyalurkan kepada 5.079 rumah tangga dan 25 sekolah.
Pendanaan sebagian juga didapat dari masyarakat yang terkumpul sebesar Rp. 4,8 miliar untuk membangun 1.010 instalasi biogas.
Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sendiri telah menggandeng keterlibatan berbagai komunitas masyarakat dan investor swasta untuk mengembangkan potensi energi baru terbarukan (EBT) guna memenuhi elektrifikasi.
“Di provinsi kami banyak potensi EBT, namun infrastruktur yang kurang memadai menjadikan realisasi pemenuhan kebutuhan listrik membutuhkan banyak biaya,” kata Kepala Bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Pemerintah Provinsi NTT, Boni, pada kesempatan yagn sama.
Oleh karena itu diperlukan sinergitas dari para komunitas yang aktif di masyarakat dan investor swasta utuk menwujudkan elektrifikasi di seluruh wilayah NTT.
Sementara itu dari lembaga swadaya internastional, Direktur Hivos Asia Tenggara, Biranchi Upadhayana menekankan pentingnya energi baru terbarukan dalam pembangunan.
“Proyek kolaborasi seperti program ‘Terang’memegang peranan penting dalam memperluas cakupan EBT secara off-grid, menjangkau masyarakat desa terpencil, serta meningkatkan perekonomian,” kata Biranchi.
Pada September 2017 Indonesia mencapai 93,08 persen rasio elektrifikasi, dimana hamper semua wilayah dari Aceh sampai Sulawesi memiliki rata-rata di atas 70 persen.
Sementara, di Nusa Tenggara Timur rasio elektrifikasinya hanya mencapai 58,99 persen. Fakta ini menunjukkan layanan energi belum inklusif.
Salah satu pembelajaran dari Sumba adalah pentingnya kerja sama dan kemitraan berbagai pemangku kepentingan dalam menghasilkan energi inklusif.
“Untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tidah hanya cukup dengan panel surya rumahan dan koneksi jaringan listrik. Pompa tenaga listrik tenaga surya membutuhkan strategi pendanaan yang tepat, begitu pula instalasi biogas,” katanya.
Hivos sendiri merupakan organisasi pembangunan internasional yang berorientasi pada bidang kemanusiaan. Organisasi ini mencari solusi dengan menggandeng kerja sama dengan bisnis inovatif masyarakat dan pihak lainnya.
(Sumber: https://www.antaranews.com/berita/680130/proyek-terang-alirkan-listrik-di-26-kabupaten)