Pembawa Perubahan, Pencipta Kebersamaan

Kondisi geologis dan sosial menjadi beberapa tantangan pengadaan energi baru terbarukan di Sumba. Namun, inisiatif SII justru membuktikan: di desa paling miskin atau di pegunungan paling terpencil, sukses selalu bermula dari hadirnya para pembawa perubahan yang bisa meyakinkan semua untuk bekerjasama dan berbagi. Mereka ini bukan cuma keturunan Raja, tapi juga pendeta, pengusaha, dan orang biasa.

Tanah setengah berbukit itu telah berada dalam kepemilikian Umbu Mila dan keluarganya secara turun-temurun. Sepanjang 4 generasi itu pula lahan seluas 6 hektar tersebut dibiarkan menganggur. Untuk hidup mereka mengandalkan sawah tadah hujan –yang menjadi gosong begitu kemarau tiba. Walau keturunan Raja, keluarga Umbu Mila hidup prihatin. Sedikit ternak yang mereka miliki bahkan habis dicuri orang yang nasibnya jauh lebih sulit. “Semua usaha sendiri-sendiri. Semua susah sendiri-sendiri,” tuturnya.

Buat berkebun pun perlu kerja keras. Di desa Kondamara, kecamatan Lewa Tidahu, Sumba Timur, sungai mengalir tersembunyi di dalam tanah. “Mara”, dalam bahasa setempat, memang berarti kering. Hingga suatu hari di tahun 2012 Umbu Mila membuat keputusan penting: mengijinkan HIVOS membangun pompa air bertenaga surya sekaligus membuka tanahnya untuk 30 warga desa. Lahan digarap bersama, pompa dijaga dan dirawat bersama –bekas padang ilalang itu pun kini bisa panen hingga 3 kali setahun. “Tiap panen dapat Rp. 7 juta dari kol, jagung, tomat, wortel, pockay, kacang panjang dan sayur mi (kaylan).”

Kondisi geologis memang menjadi salah satu tantangan pengadaan akses listrik di Sumba. Pun demikian soal kesiapan masyarakatnya. Sekretaris Daerah Sumba Tengah, Umbu Pajukang, mengakui, “buat biogas saja, warga mengira urusan mengumpulkan kotoran ternak sendiri masih menjadi tugas pemerintah.” Maka, proyek SII mengungkapkan sukses bermula dari satu hal: hadirnya para pembawa perubahan yang bisa meyakinkan semua untuk bekerjasama dan berbagi. Mereka ini bukan cuma keturunan Raja, tapi juga pendeta dan pengusaha.

Di Kodi, ujung Sumba Barat Daya, Yayasan Sosial Donders menghidupkan kembali semangat kebersamaan dalam kepercayaan Marapu. “Bahkan warga tak berada pun tetap menyumbang kayu dan batu untuk rumah pintar bersama,” tutur Pater Mikael Keraf. Keeratan itu menjadi kunci buat memperkenalkan teknologi biogas SII. Kini, yang tadinya pencuri bertransformasi menjadi petani jagung. Ini serupa dengan upaya Heindrich Dengi dan ibu-ibu Waingapu di Sumba Timur. Babi yang dulu dijual untuk pesta minum suami, kini dipanen kotorannya, lalu dijadikan pupuk kebun sayur di kota.

Itu bukan pekerjaan mudah. Simak kisah Umbu Panjanji yang dihadang patroli Jagawana saat membelah bukit buat instalasi mikro-hidro desa Kamanggih. Umbu Mila pun sempat mendapat penolakan. “Sebagai keturunan Raja, almarhum adik saya tak sudi mengurus kebun,” kenangnya. Semua berubah saat pompa bertenaga surya mengalirkan air ke penampungan berkapasitas 60 m3 –cukup buat mengubah padang ilalang menjadi subur. “Itulah pertama kali tangannya menyentuh tanah,” ujar Umbu Mila, sumringah. “Berkat itu, kini kami bisa punya rumah batu.” (YS/FI)

Artikel lainnya:

→ Sejahtera Berkat Energi Bersih
→ Menerangi Sumba Memberdayakan Wanita

→ Mengubur Parang Memanen Terang
→ Membelah Bukit Menatap Cahaya
→ Pembawa Perubahan, Pencipta Kebersamaan
→ Semangat Warga Petani Pokcay
→ Krisis Energi Berbuah Inovasi
→ Menyalakan Cahaya, Menyelamatkan Nyawa
→ Peluang Bersama Pulau Sumba
→ 100% Terbarukan