Peluang Bersama Pulau Sumba

Perijinan, pembagian wewenang, hingga masalah geologis masih menjadi tantangan bagi proyek SII. Namun, proyek ini terus mencatat kemajuan impresif –berkat komitmen para pemangku kepentingan, bergabungnya mitra baru, serta keterlibatan individu dan komunitas. Potensi 37 MW energi baru terbarukan Sumba siap dipanen dan menjadi model pengembangan di Indonesia –dengan dukungan mitra-investor baru!

Empat tahun setelah inisiatif energi baru terbarukan Sumba Iconic Island (SII) diluncurkan, rasio elektrifikasi di pulau Sumba terus mendekati 40% –hampir 10% di antaranya dari energi terbarukan. Ini jauh di atas angka 25% sebelum Nota Kesepahaman ditandatangani oleh pemerintah daerah se-Sumba, Gubernur NTT, PLN dan HIVOS, pada 2011. Tak pelak, semua itu dipacu oleh terpasangnya sekitar 15 ribu pembangkit listrik tenaga surya, 1,173 instalasi biogas, 100 unit pembangkit listrik tenaga angin, serta 12 pembangkit listrik mikro-hidro yang kini terpasang.

Memang, kapasitas terpasang saat ini baru 4,87 MW –15% dari target 32,57 MW yang ditetapkan di roadmap hingga 2014. Laporan Pemangku Kepentingan 2013-2014 menyebut beberapa tantangan. Soal negosiasi PLN dan Kementrian ESDM, misalnya. Atau belum adanya kebijakan nasional untuk skema sektor angin. Demikian pula dengan maju-mundurnya investor atau kendala geologis dan geografis. Padahal daya sumber air, surya, angin dan biomasa yang masih bisa dipanen mencapai 37 MW. Menurut perhitungan Kantor Dinas ESDM NTT, itu dua kali lipat kebutuhan Sumba hingga 2020 .

Toh, komitmen para pemangku kepentingan justru semakin menguat dengan bergabungnya Asian Development Bank, Kedutaan Norwegia, dan Proyek Kemakmuran Millenium Challenge Account sejak 2012. Saat ditemui di Jakarta (25/02), Bupati Sumba Tengah, Umbu Sappi Pateduk pun menegaskan: “Kami akan penuhi apa yang tertuang dalam nota kesepakatan karena itu adalah program yang penting bagi kesejahteraan masyarakat.” Setali tiga uang dengan kabupaten Sumba Barat Daya yang berhasil meningkatkan ketersambungan listrik menjadi 30-40% berkat “Desa Bercahaya”-nya.

Pencapaian itu mencerminkan upaya besar dari segala pihak. Pasalnya, 650,000 penduduk Sumba bukan cuma hidup terpencil, tapi juga berpencar. Ditambah lagi, dengan pendapatan rata-rata per kapita Rp. 2,213,104 juta (2012; BPS), pulau Sumba bukan cuma salah satu yang termiskin di Indonesia tapi bahkan di NTT. “Di Jawa satu tiang listrik melayani 50 rumah. Di Sumba, 50 tiang listrik baru tersambung ke satu rumah,” tutur Kepala Dinas ESDM NTT, Danny Suhandi. “Bila pengadaan tiang listrik yang terentang 50m harganya Rp. 30 juta sepasang, ongkos 50 tiang saja sudah Rp. 750 juta.”

Upaya yang menjadi ringan berkat keyakinan besar di tingkat lembaga dan individu. Simak kisah Sulaiman yang sejak akhir 1990-an “blusukan” mencari air terjun sebagai manajer ranting PLN Sumba. Berkatnya, PLN membangun 8 instalasi mikrohidro dengan total kapasitas 1,800 KW. “Sumba merepresentasikan persoalan akses energi dan listrik NTT yang sudah kondisi darurat,” Danny Suhandi, mengakui. Dengan potensi energi terbarukan hingga 37 MW, SII pun menjadi model bukan cuma buat 1092 pulau di NTT tapi juga seluruh Indonesia –peluang bagi mitra dan investor baru untuk menjadikannya kenyataan. (YS/FI).

Artikel lainnya:

→ Sejahtera Berkat Energi Bersih
→ Menerangi Sumba Memberdayakan Wanita

→ Mengubur Parang Memanen Terang
→ Membelah Bukit Menatap Cahaya
→ Pembawa Perubahan, Pencipta Kebersamaan
→ Semangat Warga Petani Pokcay
→ Krisis Energi Berbuah Inovasi
→ Menyalakan Cahaya, Menyelamatkan Nyawa
→ Peluang Bersama Pulau Sumba
→ 100% Terbarukan