Petrus Patineman (30 tahun) dan Jublina (26 tahun) adalah pasangan suami istri yang tinggal di Desa Mbatakkapidu, Kecamatan Kota Waingapu, Kabupaten Sumba Timur. Dua anak mereka, Jones (10 tahun) dan Andreas (8 tahun) adalah siswa SD Masehi Mbatakkapidu, Kecamatan Kota Waingapu. Meskipun jarak sekolah ke Kota Waingapu relatif dekat, namun masih jauh dari jangkauan sumber penerangan listrik. Di Sumba Timur tercatat dari 52.178 rumah tangga, hanya 26.063 atau 50% yang mendapatkan akses listrik (Sumba Timur dalam Angka, BPS, 2017).

Keluarga Petrus dan Jublina tidak sendiri. Banyak keluarga yang tidak dapat melakukan kegiatan pada malam hari dikarenakan tidak ada penerangan. Anak-anak seperti Jones dan Andreas adalah salah satu kelompok yang merasakan sulitnya ketidaktersediaan listrik. Hal ini membuat kedua murid ini sulit untuk belajar dan mengerjakan tugas-tugas sekolah di malam hari. Pelita yang mereka miliki hanya bisa bertahan paling lama 2 jam setelah dinyalakan. Belum lagi jelaga yang kadang mengganggu pernafasan keduanya. Jika tugas sekolah belum selesai, mereka melanjutkan mengerjakannya pada esok hari. Terkadang mereka memilih untuk membolos sekolah daripada berangkat sekolah dengan tugas sekolah yang tidak selesai.

Pada tahun 2016, Proyek TERANG (Investing in Renewable Energy for Rural, Remote Communities/Investasi untuk Energi Terbarukan bagi Masyarakat Wilayah Pedesaan dan Terpencil) – yang merupakan proyek kemitraan antara Konsorsium Hivos bersama Yayasan Rumah Energi (YRE) dan Village Infrastructure Angel (VIA) dengan Millennium Challenge Account – Indonesia (MCA-I), hadir untuk memberi harapan bagi keluarga Petrus dan Jublina serta keluarga-keluarga lain di Sumba dalam mendapatkan akses penerangan melalui energi terbarukan. Proyek ini memberikan akses penerangan berupa pembangunan instalasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di 25 sekolah di empat kabupaten di Pulau Sumba. Salah satunya adalah SD Masehi Mbatakkapidu, sekolah tempat Jones dan Andreas belajar. Sekolah ini terpilih sebagai salah satu penerima manfaat PLTS yang dibangun pada Mei 2017 melalui survei oleh tim Proyek TERANG.

Selain instalasi pembangkit listrik tenaga surya yang dibangun di sekolah untuk kebutuhan belajar dan mengajar, Proyek TERANG melalui PT. Renewable Energy Service Company (RESCO) juga menyewakan 6.000 lentera surya yang dapat digunakan oleh para murid di rumah di empat kabupaten. Dengan skema ‘pinjam pakai milik’ yang diterapkan oleh Proyek TERANG, setiap keluarga siswa dapat mengakses lentera surya dengan harga Rp. 50.000,- per buah sekaligus sebagai biaya keanggotaan dari total harga per buah yaitu Rp. 300.000,-.

Mereka melakukan pengisian daya lentera surya di sekolah selama 300 kali dengan biaya Rp. 1.500,- per buah untuk setiap kali pengisian ulang daya. Akumulasi pembayaran yang diperoleh ini kemudian digunakan untuk biaya perawatan dan perbaikan.

Tidak menyia-nyiakan kesempatan dengan adanya skema ‘pinjam pakai milik’, keluarga Petrus dan Jublina mengambil sekaligus 2 lentera surya – sesuai dengan jumlah anak mereka yang bersekolah di SD Masehi Mbatakkapidu. Jublinalah yang memutuskan untuk mengambil dua lentera surya pada saat itu.

Ia mengatakan, “Saya sendiri yang memutuskan untuk mengambil dua lampu, karena saya rasa lampu ini penting sekali untuk belajar anak dan menerangi rumah ini.”

Sudah lebih dari 5 bulan sejak lentera surya tersebut diterima dan dimanfaatkan oleh keluarga Petrus dan Jublina. Sejauh ini, lentera surya masih dalam kondisi baik dan lancar digunakan, belum ada keluhan terkait penggunaannya.

Manfaat dengan adanya lentera surya ini pun sangat dirasakan oleh seluruh anggota keluarga ini. Saat ini Jones dan Andreas tidak lagi memiliki kendala penerangan untuk belajar dan mengerjakan tugas dari sekolah di malam hari. Selain Jones dan Andreas, sang ibu, Jublina, juga dapat memanfaatkan waktunya untuk menganyam di malam hari. Ketika belum ada listrik, Jublina biasanya hanya menganyam di siang hari di sela waktunya bekerja di ladang bersama Petrus dan merawat babi.

Sebelumnya, dalam satu bulan, Jublina hanya mampu menganyam satu lembar tikar. Namun kini, dengan adanya lentera surya dari Proyek TERANG, ia bisa menghasilkan minimal dua lembar anyaman setiap bulannya. Bahkan apabila ia memiliki waktu luang yang lebih, ia dapat menghasilkan selembar tikar dalam seminggu.

Selain menganyam tikar, pekerjaan yang kini dapat dilakukannya pada malam hari adalah menyiapkan “nasi babi” atau pakan babi.

Meskipun jarang, Petrus kini bisa menemani anak-anaknya belajar di malam hari, karena waktu selebihnya ia gunakan untuk istirahat setelah seharian bekerja di ladang. Bagi Petrus, lentera surya ini dapat membantunya ketika harus keluar rumah untuk mengecek kebun pada malam hari. Dibandingkan lentera sejenis lainnya, nyalanya lebih terang. Kelebihan lainnya adalah lentera surya ini dapat dibawa kemana-mana. Jika ada keperluan keluar rumah, lentera surya menjadi barang penting. Berjalan di malam hari menjadi lebih aman dan nyaman karena terang.